Kesesatan proyek Jembatan Selat Sunda
http://nasional.kontan.co.id/news/ke...nda/2012/10/16
Quote:Kesesatan proyek Jembatan Selat Sunda
JAKARTA. Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) adalah bukti tak terbantahkan betapa pemerintah saat ini masih terobsesi dengan pertumbuhan ekonomi.
Daniel Moh. Rosyid, Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi Department of Ocean Engineering, ITS Surabaya mengatakan, kita seolah tidak mampu membayangkan sebuah visi tanpa pertumbuhan ekonomi. Dan untuk tumbuh kita membutuhkan investasi infrastruktur besar-besaran.
Menurutnya, gagasan membangun Jembatan Selat Sunda (JSS) mendapatkan pembenarannya di sini. MP3EI dan JSS adalah contoh dua sesat pikir yang menghinggapi para die-hard economist yang melakukan perencanaan pembangunan saat ini.Sesat pikir pertumbuhan sudah ditunjuklan oleh Illich maupun Schumacher dan persoalan mobil sebagai budak energi. "Saya akan menunjukan sesat pikir JSS," katanya di Jakarta, kemarin.
Sesat pertama, JSS dijadikan alasan bagi penggantian layanan feri penyeberangan Merak-Bakauheni yang buruk saat ini. Padahal layanan penyeberangan yang buruk saat ini adalah akibat dari kebijakan perhubungan yang didikte oleh industri mobil dan dominasi jalan at all costs, sehingga menelantarkan angkutan umum, termasuk yang berbasis rel dan penyeberangan.
Sesat kedua, JSS adalah kelanjutan dari solusi jalan dan mobil pribadi yang telah mendominasi kebijakan transportasi nasional sejak Orde Baru, terutama dengan bantuan Jepang.
Daniel menyebutkan, dominasi moda jalan pribadi ini telah membunuh angkutan umum moda transportasi rel, dan sungai di Jawa maupun luar Jawa. "JSS ini juga akan membunuh moda feri penyeberangan seperti yang telah dilakukan oleh Jembatan Suramadu," ungkapnya.
Ambil contoh, layanan penyeberangan Ujung-Kamal sebelumnya adalah layanan yang menguntungkan (terminal penyeberangan tipe A), tapi saat ini operatornya harus merugi dan disubsidi (terminal tipe C).
Sesat ketiga, solusi jembatan antar-pulau adalah solusi yang mengingkari fitrah negeri ini sebagai negara kepulauan seperti yang dinyatakan secara eksplisit dalam UUD45 hasil amandemen. "Tidak ada bukti empiris dan model ekonomi regional yang bisa menunjukkan manfaat jembatan antar pulau bagi kawasan di kedua pulau," papar Daniel.
Menurutnya, bukti empiris manfaat jembatan pelintas sungai melimpah dan amat meyakinkan. Tapi JSS gagal membedakan fitrah sungai dan selat yang dalam konsep ruang sangat berbeda. Jembatan sungai adalah solusi jarak dalam ruang cekung. Di dalam sebuah ruang cekung, selalu ada dua titik yang jika dihubungkan dengan sebuah garis lurus sebagian ruas garis ini bakal keluar dari ruang cekung tersebut.
Nah, dua pulau yang dihubungkan oleh jembatan antar-pulau justru membentuk ruang cekung. Jembatan pelintas selat ini tidak memberi solusi jarak, tapi malah menimbulkan masalah jarak.
Daniel menambahkan, dalam perspektif geologi, air laut justru membuat kontur dasar laut yang rumit dengan patahan dan palung menjadi rata. "Air laut adalah jembatan alamiah, bukan bagi mobil, tapi bagi kapal. Jembatan akan dibutuhkan jika tidak ada air laut di selat dan lainnya, untuk menghindari trace jalan yang rumit dan berkelak-kelok.
Belum lagi dengan ketidakpastian beban yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik dan vulkanik di Selat Sunda, JSS secara teknis inferior dibanding sistem feri maju yang bisa diadakan dengan lebih murah, dan cepat, serta ramah lingkungan.
Untungkan mafia tanah
Selain itu, Daniel bilang secara ekonomi regional, JSS hanya menguntungkan pemilik dan mafia tanah di sisi Banten dan Lampung. Bahkan pemilik tanah di Lampung akan, atau bahkan sudah berganti tangan ke orang-orang Jakarta yang secara finansial jauh lebih mampu. "Penyebabnya, pendidikan dan ketrampilannya yang tebatas, para penjual tanah di Lampung akan segera menjadi penonton di kampung halaman mereka sendiri, atau menjadi urbanisator ataupun buruh pabrik," jelas Daniel.
Sebab itu, JSS hanya memberi manfaat ekonomi regional yang terbatas bagi kedua pulau. Bagi pulau Jawa dan Sumatra, yang dibutuhkan adalah prasarana transportasi di kedua pulau tersebut, adalah jalan tol dan double-track kereta api lintas Sumatra dan Jawa, yang terintegrasikan ke pelabuhan-pelabuhan yang efisien di kedua pulau tersebut.
Sehingga, lintasan penyeberangan antara Merak dan Bakauheni bisa dilayani dengan sarana dermaga dan sistem ferry maju generasi terakhir dengan teknologi yang sudah terbukti yang jauh lebih murah dan dapat disediakan dalam waktu yang jauh lebih singkat daripada JSS.
Berarti pihak-pihak yang mendorong proyek ini aliran sesat ya penguasa lokal dan pengusaha nasional
Quote:Kesesatan proyek Jembatan Selat Sunda
JAKARTA. Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) adalah bukti tak terbantahkan betapa pemerintah saat ini masih terobsesi dengan pertumbuhan ekonomi.
Daniel Moh. Rosyid, Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi Department of Ocean Engineering, ITS Surabaya mengatakan, kita seolah tidak mampu membayangkan sebuah visi tanpa pertumbuhan ekonomi. Dan untuk tumbuh kita membutuhkan investasi infrastruktur besar-besaran.
Menurutnya, gagasan membangun Jembatan Selat Sunda (JSS) mendapatkan pembenarannya di sini. MP3EI dan JSS adalah contoh dua sesat pikir yang menghinggapi para die-hard economist yang melakukan perencanaan pembangunan saat ini.Sesat pikir pertumbuhan sudah ditunjuklan oleh Illich maupun Schumacher dan persoalan mobil sebagai budak energi. "Saya akan menunjukan sesat pikir JSS," katanya di Jakarta, kemarin.
Sesat pertama, JSS dijadikan alasan bagi penggantian layanan feri penyeberangan Merak-Bakauheni yang buruk saat ini. Padahal layanan penyeberangan yang buruk saat ini adalah akibat dari kebijakan perhubungan yang didikte oleh industri mobil dan dominasi jalan at all costs, sehingga menelantarkan angkutan umum, termasuk yang berbasis rel dan penyeberangan.
Sesat kedua, JSS adalah kelanjutan dari solusi jalan dan mobil pribadi yang telah mendominasi kebijakan transportasi nasional sejak Orde Baru, terutama dengan bantuan Jepang.
Daniel menyebutkan, dominasi moda jalan pribadi ini telah membunuh angkutan umum moda transportasi rel, dan sungai di Jawa maupun luar Jawa. "JSS ini juga akan membunuh moda feri penyeberangan seperti yang telah dilakukan oleh Jembatan Suramadu," ungkapnya.
Ambil contoh, layanan penyeberangan Ujung-Kamal sebelumnya adalah layanan yang menguntungkan (terminal penyeberangan tipe A), tapi saat ini operatornya harus merugi dan disubsidi (terminal tipe C).
Sesat ketiga, solusi jembatan antar-pulau adalah solusi yang mengingkari fitrah negeri ini sebagai negara kepulauan seperti yang dinyatakan secara eksplisit dalam UUD45 hasil amandemen. "Tidak ada bukti empiris dan model ekonomi regional yang bisa menunjukkan manfaat jembatan antar pulau bagi kawasan di kedua pulau," papar Daniel.
Menurutnya, bukti empiris manfaat jembatan pelintas sungai melimpah dan amat meyakinkan. Tapi JSS gagal membedakan fitrah sungai dan selat yang dalam konsep ruang sangat berbeda. Jembatan sungai adalah solusi jarak dalam ruang cekung. Di dalam sebuah ruang cekung, selalu ada dua titik yang jika dihubungkan dengan sebuah garis lurus sebagian ruas garis ini bakal keluar dari ruang cekung tersebut.
Nah, dua pulau yang dihubungkan oleh jembatan antar-pulau justru membentuk ruang cekung. Jembatan pelintas selat ini tidak memberi solusi jarak, tapi malah menimbulkan masalah jarak.
Daniel menambahkan, dalam perspektif geologi, air laut justru membuat kontur dasar laut yang rumit dengan patahan dan palung menjadi rata. "Air laut adalah jembatan alamiah, bukan bagi mobil, tapi bagi kapal. Jembatan akan dibutuhkan jika tidak ada air laut di selat dan lainnya, untuk menghindari trace jalan yang rumit dan berkelak-kelok.
Belum lagi dengan ketidakpastian beban yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik dan vulkanik di Selat Sunda, JSS secara teknis inferior dibanding sistem feri maju yang bisa diadakan dengan lebih murah, dan cepat, serta ramah lingkungan.
Untungkan mafia tanah
Selain itu, Daniel bilang secara ekonomi regional, JSS hanya menguntungkan pemilik dan mafia tanah di sisi Banten dan Lampung. Bahkan pemilik tanah di Lampung akan, atau bahkan sudah berganti tangan ke orang-orang Jakarta yang secara finansial jauh lebih mampu. "Penyebabnya, pendidikan dan ketrampilannya yang tebatas, para penjual tanah di Lampung akan segera menjadi penonton di kampung halaman mereka sendiri, atau menjadi urbanisator ataupun buruh pabrik," jelas Daniel.
Sebab itu, JSS hanya memberi manfaat ekonomi regional yang terbatas bagi kedua pulau. Bagi pulau Jawa dan Sumatra, yang dibutuhkan adalah prasarana transportasi di kedua pulau tersebut, adalah jalan tol dan double-track kereta api lintas Sumatra dan Jawa, yang terintegrasikan ke pelabuhan-pelabuhan yang efisien di kedua pulau tersebut.
Sehingga, lintasan penyeberangan antara Merak dan Bakauheni bisa dilayani dengan sarana dermaga dan sistem ferry maju generasi terakhir dengan teknologi yang sudah terbukti yang jauh lebih murah dan dapat disediakan dalam waktu yang jauh lebih singkat daripada JSS.
Berarti pihak-pihak yang mendorong proyek ini aliran sesat ya penguasa lokal dan pengusaha nasional