Facebook Digunakan untuk Penculikan dan Perdagangan Anak Perempuan

Jumlah remaja putri yang diculik dan diperdagangkan oleh orang-orang yang mereka temui di Facebook meningkat di Indonesia.
Remaja Indonesia di sebuah warung Internet di Jakarta. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Ketika seorang gadis berusia 14 tahun mendapat permintaan dari seorang pria tak dikenal yang lebih tua untuk menjadi teman di Facebook, ia menerimanya karena penasaran. Hal itu ia sesali kemudian, karena berubah menjadi kisah brutal mengenai pemangsa seksual yang mencari cara baru untuk mengeksploitasi obsesi orang Indonesia terhadap media sosial.

Siswa sekolah menengah pertama tersebut segera terpikat dengan rayuan sang pria dewasa. Mereka bertukar nomor telepon, dan pria tersebut mengiriminya pesan singkat yang bertubi-tubi. Ia meyakinkan gadis itu untuk bertemu di mal, dan gadis tersebut makin tertambat hatinya.

Saat mereka akan bertemu lagi, gadis itu berbohong pada ibunya, mengatakan bahwa ia akan menengok temannya yang sakit sebelum berlatih paduan suara gereja. Kemudian ia masuk ke mobil pria tersebut dari dekat rumahnya di Depok.

Pria bernama Yogi, 24, itu membawanya ke Bogor, dan kemudian menguncinya di dalam sebuah kamar kecil di sebuah rumah bersama paling tidak lima perempuan muda lain berusia antara 14-17 tahun. Si gadis diberi obat dan diperkosa berulang kali di tempat itu.

Setelah penyiksaan selama seminggu, penculiknya mengatakan ia telah dijual dan dikirim ke Batam, yang dikenal dengan tempat lokalisasi dan pariwisata pedofilia untuk para pria yang datang dengan kapal dari Singapura.

Ia menangis histeris dan meminta pulang, namun kemudian dipukuli dan diminta diam atau akan dibunuh.

Tidak Sadar Bahaya

Sejauh ini, 27 dari 129 anak-anak yang dilaporkan hilang kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia diyakini telah diculik setelah bertemu penculiknya di Facebook, ujar ketua Komisi tersebut, Arist Merdeka Sirait. Salah satu dari korban tersebut telah ditemukan tewas.

Dalam bulan yang sama setelah gadis dari Depok ditemukan di sebuah terminal bus pada 30 September, ada paling tidak tujuh laporan penculikan gadis muda di Indonesia oleh orang-orang yang mereka temui di Facebook. Meski tidak ada data yang solid, polisi dan lembaga bantuan yang fokus pada isu perdagangan manusia (human trafficking) mengatakan sepertinya ini merupakan masalah besar di Indonesia.

“Mungkin Indonesia adalah kasus unik sejauh ini. Saat laporan-laporan mulai berdatangan, kita akan tahu bahwa barangkali Indonesia bukan satu-satunya negara-negara [dengan kasus seperti ini], barangkali satu dari ratusan negara,” ujar Anjan Bose, pejabat program yang bekerja untuk isu perlindungan anak di Internet pada ECPAT International, jaringan global nirlaba yang membantu anak-anak di 70 negara.
"Internet merupakan medium global. Ia tidak membedakan orang kaya dan orang miskin, dan tidak membedakan ekonomi negara atau budaya.”

Situs-situs yang melacak media sosial mengatakan bahwa 50 juta orang dari Indonesia terdaftar di Facebook, atau pengguna terbesar setelah Amerika Serikat. Jakarta baru-baru ini dinamakan sebagai kota Twitter paling aktif oleh Semiocast, perusahaan berbasis di Paris yang memonitor media sosial. Jaringan Blackberry dan Yahoo Messenger juga sangat populer.

​​Banyak anak muda Indonesia dan orangtua mereka tidak sadar akan bahaya dalam mengijinkan orang asing melihat informasi pribadi di Internet. Para remaja sering mengunggah foto dan detil pribadi seperti alamat rumah, nomor telepon, sekolah dan tempat bermain tanpa menggunakan pengaturan privasi, sehingga siapapun dapat menemukan dan mengetahui apa saja tentang mereka.

“Kita berpacu dengan waktu, dan kegilaan akan teknologi seperti Facebook merupakan tren di kalangan remaja di sini,” ujar Arist.

“Polisi seharusnya bergerak lebih cepat, atau akan lebih banyak lagi gadis muda yang menjadi korban.”

Penculikan 27 orang terkait Facebook yang dilaporkan oleh Komisi Anak tahun ini telah melebihi 18 kasus yang dilaporkan pada 2011. Secara umum, Unit Kerja Pemerintah untuk Perdagangan Manusia (National Task Force Against Human Trafficking) mengatakan bahwa 435 anak-anak diperdagangkan tahun lalu, sebagian besar karena eksploitasi seksual.

Banyak pihak mengatakan dalam realitas, kejahatan seksual pada anak-anak Indonesia jumlahnya jauh lebih besar.

Sebuah laporan dari ECPAT International memperkirakan bahwa setiap tahunnya, 40.000 sampai 70.000 anak-anak terlibat dalam perdagangan, pornografi atau prostitusi di Indonesia.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga mengingatkan bahwa lebih banyak gadis Indonesia direkrut melalui jaringan media sosial. Dalam sebuah laporan tahun lalu, lembaga itu mengatakan para pedagang “menculik anak-anak perempuan dan remaja putri untuk perdagangan seks di dalam dan luar negeri.”

Kekerasan dan eksploitasi seksual anak-anak di Internet merupakan hal yang umum di Asia. Di Filipina, anak-anak dipaksa menari telanjang atau melakukan aksi seksual yang direkam video secara langsung, seringkali oleh orangtua mereka, yang menggunakan mereka untuk mendapatkan penghasilan. Situs-situs berbayar seperti ini banyak ditonton oleh pria Barat.

“Di Filipina, ini adalah puncak gunung es. Tidak hanya lewat Facebook dan media sosial, tapi juga lewat pesan teks, menargetkan terutama orang-orang muda dan rentan,” ujar Leonarda Kling, wakil regional untuk Terre des Hommes Netherlands, lembaga nirlaba yang fokus pada isu perdagangan manusia.

“Ini mengenai janji. Janji mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, atau telepon yang lebih bagus, atau apa saja. Anak-anak muda sekarang melihat segala keglamoran dan gemerlap dunia sekitarnya dan mereka ingin BlackBerry terbaru, baju paling keren, dan ada cara untuk mendapatkannya.”

Facebook mengatakan bahwa para penyelidik mereka secara rutin memeriksa konten situs tersebut dan bekerja sama dengan pihak berwenang, termasuk Interpol, untuk menghapuskan aktivitas ilegal. Para pegawai di seluruh dunia juga ditugaskan untuk melacak orang-orang yang menggunakan situs tersebut untuk perdagangan manusia.

“Kami menanggapi isu perdagangan manusia secara sangat serius. Meski perilaku seperti ini tidak umum di Facebook, sejumlah langkah telah dilakukan untuk melawan aktivitas ini,” ujar juru bicara Facebook Andrew Noyes.

Ia menolak memberikan detail keterlibatan Facebook dalam kasus perdagangan manusia yang dilaporkan di Indonesia atau tempat lainnya.

Stigma Korban Perkosaan

Gadis dari Depok, yang menggunakan topeng untuk menyembunyikan wajahnya saat diwawancara kantor berita Associated Press, mengatakan ia masih sangat terkejut karena perbuatan pria yang baru dikenalnya sebulan itu.

“Ia ingin membelikan saya baju baru, membantu iuran sekolah. Ia berbeda..,” ujarnya.
“Saya memiliki banyak kontak lewat Facebook, dan kami bertukar nomor telepon. Tapi semuanya baik-baik saja. Kami semua hanya teman.”

Gadis itu mengatakan bahwa pria itu tidak memiliki uang untuk tiket pesawat ke Batam, dan sadar bahwa orangtua si gadis dan yang lainnya terus mencarinya. Akhirnya pria itu membuangnya di sebuah stasiun bus.

Kasus tersebut menjadi berita utama media setelah ia dikeluarkan dari sekolah yang menganggapnya merusak citra sekolah. Ia boleh masuk sekolah kembali, tapi gadis itu enggan karena stigma yang ia hadapi.

Menteri Pendidikan Mohammad Nuh juga mendapat kecaman karena komentarnya yang tidak pantas, mengatakan bahwa tidak semua perempuan yang melaporkan perkosaan adalah korban, dan bahwa sulit membuktikan tuduhan kekerasan seksual sebagai “betul-betul perkosaan.”

Publisitas mengenai kasus ini membuat para orangtua lain terbuka atas kasus yang menimpa anak-anak gadis mereka terkait Facebook. Seorang pria baru-baru ini ditahan atas tuduhan penculikan dan perkosaan tiga remaja putri. Dalam beberapa kasus, para korban akhirnya merekrut gadis lain setelah dijanjikan uang dan kemewahan lainnya seperti telepon genggam dan baju baru.

Polisi mencoba bergerak lebih cepat dari para kriminal. Detektif Let. Ruth Yeni Qomariah dari unit Perlindungan Anak dan Perempuan di Surabaya mengatakan ia menyamar sebagai remaja putri di Facebook dan menangkap tiga pria yang menggunakan media sosial itu untuk menculik dan memperkosa perempuan di bawah umur. Ia sedang mencari tersangka keempat.

“Sekarang lebih sulit melacak mereka karena lingkaran perdagangan manusia menjadi lebih canggih dan anak-anak di bawah umur lebih mudah ditarget,” ujarnya.

Pria yang menculik gadis dari Depok belum ditemukan dan tidak jelas apa yang terjadi pada lima gadis lain yang disekap dalam rumah yang sama.

"Saya lihat mereka ditawarkan ke banyak pria. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya tidak mau mengingatnya,” ujarnya. (AP/Margie Mason) 
 
http://www.voaindonesia.com