terowongan di gaza - Terjebak di gerbang Rafah
Sabtu sore dua pekan lalu, gerbang Rafah sudah ramai
oleh warga Gaza yang ingin pulang. Mulai dari kakek dan nenek berjalan
tertatih dengan bantuan tongkat hingga bayi dalam kereta yang lelap
tertidur. Bawaan mereka beragam dari hasil belanja di kota Rafah,
Al-Arisy atau Kairo, seperti pakaian, ember, susu, dan beras.
Hampir seluruh warga Gaza ini pulang menumpang omprengan. Mobil-mobil tua – kebanyakan Mercedes – ini diparkir sekitar seratus meter dari gerbang. Saban kali penumpan g turun, kuli angkut dan penukaran fulus berjalan menghampiri buat menawarkan jasa mereka.
Sungguh ironis, di seantero Gaza yang berlaku adalah shekel (mata uang Israel). Tiap satu dolar Amerika nilainya sekitar 3,6 shekel.
Bagi warga Palestina, Rafah satu-satunya penyelamat kehidupan mereka lantaran blokade Israel selama lima tahun terakhir. Apalagi sejak Presiden Mesir Muhammad Mursi dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjabat. Gerbang Gaza dibuka saban hari, tidak seperti saat rezim Husni Mubarak
Mereka dengan mudah keluar-masuk, cukup menunjukkan paspor. Tapi seperti buat warga non-Palestina jangan coba-coba. Percuma. “Kecuali kalau mau menyogok USD 100,” kata kuli angkut bernama Abdurrahman.
Pengalaman wartawan merdeka.com Faisal Assegaf membuktikan tuidngan itu. Dua kali mencoba, dua kali gagal. “Karena Anda tidak punya undangan dari Hamas,” kata kepala imigrasi di Rafah. Besoknya ketika mencoba lagi, mereka beralasan tidak ada izin dari pemerintah Mesir buat mengunjungi Gaza.
Muhammad, calo terowongan, membenarkan soal itu. Menurut dia, aparat imigrasi Mesir bermain kotor. “Seharusnya wartawan seperti Anda boleh melawat ke Gaza.”
Setelah gagal mencoba di kesempatan pertama, banyak calo menawarkan lewat terowongan. “Anda cukup bayar US$ 100,” ujar Mustafa. Dia mengklaim terowongan bakal dilewati panjangnya sekitar seratus meter.
Merdeka.com memutuskan mencoba lagi buat kali kedua, meski tidak terlalu yakin bakal berhasil. Kenyataannya memang demikian. Gagal lagi. Setelah menimbang berulang kali, akhirnya saya memutuskan menerima tawaran Muhammad. “Cukup USD 200 dan jauhnya hanya seratus meter,” katanya. Dia menegaskan harga USD 100 buat terowongan lebih panjang hingga 700 meter.
Muhamad dengan setelan harian celana jins dipadu kaus dan rompi segera mengatur perjalanan rahasia itu. Israel bersama Mesir sedang giat membombardir terowongan sejak kaum militant Islam menyerang polisi perbatasan Mesir. Israel juga menuding Hamas memakai terowongan buat menyuplai kebutuhan miligter mereka.
Merdeka.com berangkat bersama Muhammad dan rekannya, Ismail, berprofesi sebagai jasa penukaran uang. Kami bergerak diam-diam agar tidak diketahui tentara perbatasan. “Karena mereka sudah tahu siapa saya,” Muhammad menegaskan.
Hampir seluruh warga Gaza ini pulang menumpang omprengan. Mobil-mobil tua – kebanyakan Mercedes – ini diparkir sekitar seratus meter dari gerbang. Saban kali penumpan g turun, kuli angkut dan penukaran fulus berjalan menghampiri buat menawarkan jasa mereka.
Sungguh ironis, di seantero Gaza yang berlaku adalah shekel (mata uang Israel). Tiap satu dolar Amerika nilainya sekitar 3,6 shekel.
Bagi warga Palestina, Rafah satu-satunya penyelamat kehidupan mereka lantaran blokade Israel selama lima tahun terakhir. Apalagi sejak Presiden Mesir Muhammad Mursi dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjabat. Gerbang Gaza dibuka saban hari, tidak seperti saat rezim Husni Mubarak
Mereka dengan mudah keluar-masuk, cukup menunjukkan paspor. Tapi seperti buat warga non-Palestina jangan coba-coba. Percuma. “Kecuali kalau mau menyogok USD 100,” kata kuli angkut bernama Abdurrahman.
Pengalaman wartawan merdeka.com Faisal Assegaf membuktikan tuidngan itu. Dua kali mencoba, dua kali gagal. “Karena Anda tidak punya undangan dari Hamas,” kata kepala imigrasi di Rafah. Besoknya ketika mencoba lagi, mereka beralasan tidak ada izin dari pemerintah Mesir buat mengunjungi Gaza.
Muhammad, calo terowongan, membenarkan soal itu. Menurut dia, aparat imigrasi Mesir bermain kotor. “Seharusnya wartawan seperti Anda boleh melawat ke Gaza.”
Setelah gagal mencoba di kesempatan pertama, banyak calo menawarkan lewat terowongan. “Anda cukup bayar US$ 100,” ujar Mustafa. Dia mengklaim terowongan bakal dilewati panjangnya sekitar seratus meter.
Merdeka.com memutuskan mencoba lagi buat kali kedua, meski tidak terlalu yakin bakal berhasil. Kenyataannya memang demikian. Gagal lagi. Setelah menimbang berulang kali, akhirnya saya memutuskan menerima tawaran Muhammad. “Cukup USD 200 dan jauhnya hanya seratus meter,” katanya. Dia menegaskan harga USD 100 buat terowongan lebih panjang hingga 700 meter.
Muhamad dengan setelan harian celana jins dipadu kaus dan rompi segera mengatur perjalanan rahasia itu. Israel bersama Mesir sedang giat membombardir terowongan sejak kaum militant Islam menyerang polisi perbatasan Mesir. Israel juga menuding Hamas memakai terowongan buat menyuplai kebutuhan miligter mereka.
Merdeka.com berangkat bersama Muhammad dan rekannya, Ismail, berprofesi sebagai jasa penukaran uang. Kami bergerak diam-diam agar tidak diketahui tentara perbatasan. “Karena mereka sudah tahu siapa saya,” Muhammad menegaskan.
Sumber: