Migrant Care: Iklan 'TKI On Sale' Tidak Boleh Ditoleransi
Direktur
Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan selebaran obral TKI di
Malaysia telah menghina dan merendahkan bangsa Indonesia.
Pemerintah
Indonesia dan penggiat perlindungan buruh migran memprotes selebaran
obral TKI di Malaysia karena dinilai sebagai bentuk perdagangan manusia
dan melecehkan martabat bangsa Indonesia (Foto: VOA/MigrantCare-Anis
Hidayah)
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menyatakan isi selebaran
obral murah tenaga jasa pembantu rumah tangga Indonesia tidak boleh
ditoleransi, karena iklan tersebut menganggap tenaga kerja Indonesia
sebagai barang dagangan dan bukan manusia.
Anis mengaku melihat sendiri brosur iklan tersebut dikawasan Chowkit, Kuala Lumpur, Malaysia, pekan lalu. Kawasan ini merupakan lokasi yang sering didatangi para TKI. Menurutnya selebaran tersebut ditempel di arena publik seperti jalan, di depan toko dan depan kedai.
Seorang majikan, ungkap Anis, biasanya harus membayar RM 12.000 atau Rp 36 juta untuk seorang TKW melalui agen resmi. Sedangkan lewat iklan itu hanya butuh biaya RM 7.500.
"Saya kira warga negara Indonesia kalau membaca ini akan tumbuh nasionalismenya untuk membela TKI. Bayangkan TKI diobral sedemikian rupa didiskon 40 persen, bisa dideposit hanya dengan RM 3500. Nett 7500 ringgit," kata Anis Hidayah. "Ini manusia loh, warga negara ini punya negara, punya hak konstitusional yang harus dilindungi oleh negaranya. Jadi tidak boleh satu negara manapun itu merendahkan warga negara kita. Jadi poin kita adalah ini perendahan martabat bangsa Indonesia, selain tentu saja martabat TKI kita," lanjutnya.
Anis menambahkan persoalan iklan ini harus dibicarakan secara serius kepada pemerintah Malaysia dan negeri jiran itu menurut Anis harus memintaa maaf. Selain itu pemerintah Indonesia, juga harus aktif menekan Pemerintah Malaysia untuk menyelidiki kasus selebaran itu.
"Saya sangat mengecam kalau ini hanya dianggap sekedar iklan liar. Ini bukan sekedar iklan liar tetapi ini bentuk dimana mereka menempatkan TKI sebagai komoditas," lanjut Anis Hidayah.
Sementara itu Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Razak mengatakan pihaknya mengecam keras iklan TKI on sale di Malaysia.
Pihak KBRI Malaysia kata Tatang telah melakukan pengecekan alamat yang tertera pada iklan tersebut. Ternyata di alamat itu hanya ada sebuah kedai cukur kecil atau barber shop.
Pemerintah Indonesia menurut Tatang meminta pemerintah Malaysia melacak dan mengusut tuntas iklan tersebut. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa tambah Tatang juga telah berbicara langsung dengan Menteri Luar Negeri Malaysia terkait protes Indonesia ini.
"Pasca moratorium dicabut memang fakta pengiriman TKI secara resmi kesana sangat kecil dengan berbagai faktor. Nah ini dengan kelangkaan tenaga kerja dari Indonesia sementara permintaan sangat tinggi, banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba untuk mensuplai," ungkap Tatang Razak. "Kalau kita melihat iklan tersebut, ini upaya penipuan karena agen tersebut bukan agen resmi, alamatnya juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Ketika pemerintah mengetahui hal itu kita tidak bisa terima," lanjutnya.
Pemerintah Indonesia pada 1 Desember tahun lalu mencabut moratorium pengiriman TKI yang sudah diberlakukan selama tiga tahun ke Malaysia.
Melalui keterangan pers yang disiarkan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman mengecam beredarnya iklan yang memperdagangkan pembantu rumah tangga asal Indonesia di negerinya.
Anifah mengatakan, agen yang membuat iklan tersebut jelas bertentangan dengan perjanjian yang dicapai oleh Malaysia dan Indonesia mengenai Pengambilan dan Penempatan Pembantu Rumah Tangga Indonesia ke Malaysia.
Menurut Anifah, Malaysia dan Indonesia telah mewujudkan satu mekanisme yaitu Joint Task Force (JTF) untuk membicarakan persoalan yang berhubungan dengan pengambilan dan penempatan pembantu rumah tangga asal Indonesia.
Isu soal iklan tersebut, kata Anifah, juga bisa diperbincangkan secara bersama antara pejabat kedua negara di bawah mekanisme JTF yang akan diadakan pada November 2012 mendatang.
Anis mengaku melihat sendiri brosur iklan tersebut dikawasan Chowkit, Kuala Lumpur, Malaysia, pekan lalu. Kawasan ini merupakan lokasi yang sering didatangi para TKI. Menurutnya selebaran tersebut ditempel di arena publik seperti jalan, di depan toko dan depan kedai.
Seorang majikan, ungkap Anis, biasanya harus membayar RM 12.000 atau Rp 36 juta untuk seorang TKW melalui agen resmi. Sedangkan lewat iklan itu hanya butuh biaya RM 7.500.
"Saya kira warga negara Indonesia kalau membaca ini akan tumbuh nasionalismenya untuk membela TKI. Bayangkan TKI diobral sedemikian rupa didiskon 40 persen, bisa dideposit hanya dengan RM 3500. Nett 7500 ringgit," kata Anis Hidayah. "Ini manusia loh, warga negara ini punya negara, punya hak konstitusional yang harus dilindungi oleh negaranya. Jadi tidak boleh satu negara manapun itu merendahkan warga negara kita. Jadi poin kita adalah ini perendahan martabat bangsa Indonesia, selain tentu saja martabat TKI kita," lanjutnya.
Anis menambahkan persoalan iklan ini harus dibicarakan secara serius kepada pemerintah Malaysia dan negeri jiran itu menurut Anis harus memintaa maaf. Selain itu pemerintah Indonesia, juga harus aktif menekan Pemerintah Malaysia untuk menyelidiki kasus selebaran itu.
"Saya sangat mengecam kalau ini hanya dianggap sekedar iklan liar. Ini bukan sekedar iklan liar tetapi ini bentuk dimana mereka menempatkan TKI sebagai komoditas," lanjut Anis Hidayah.
Sementara itu Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Razak mengatakan pihaknya mengecam keras iklan TKI on sale di Malaysia.
Pihak KBRI Malaysia kata Tatang telah melakukan pengecekan alamat yang tertera pada iklan tersebut. Ternyata di alamat itu hanya ada sebuah kedai cukur kecil atau barber shop.
Pemerintah Indonesia menurut Tatang meminta pemerintah Malaysia melacak dan mengusut tuntas iklan tersebut. Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa tambah Tatang juga telah berbicara langsung dengan Menteri Luar Negeri Malaysia terkait protes Indonesia ini.
"Pasca moratorium dicabut memang fakta pengiriman TKI secara resmi kesana sangat kecil dengan berbagai faktor. Nah ini dengan kelangkaan tenaga kerja dari Indonesia sementara permintaan sangat tinggi, banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba untuk mensuplai," ungkap Tatang Razak. "Kalau kita melihat iklan tersebut, ini upaya penipuan karena agen tersebut bukan agen resmi, alamatnya juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Ketika pemerintah mengetahui hal itu kita tidak bisa terima," lanjutnya.
Pemerintah Indonesia pada 1 Desember tahun lalu mencabut moratorium pengiriman TKI yang sudah diberlakukan selama tiga tahun ke Malaysia.
Melalui keterangan pers yang disiarkan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman mengecam beredarnya iklan yang memperdagangkan pembantu rumah tangga asal Indonesia di negerinya.
Anifah mengatakan, agen yang membuat iklan tersebut jelas bertentangan dengan perjanjian yang dicapai oleh Malaysia dan Indonesia mengenai Pengambilan dan Penempatan Pembantu Rumah Tangga Indonesia ke Malaysia.
Menurut Anifah, Malaysia dan Indonesia telah mewujudkan satu mekanisme yaitu Joint Task Force (JTF) untuk membicarakan persoalan yang berhubungan dengan pengambilan dan penempatan pembantu rumah tangga asal Indonesia.
Isu soal iklan tersebut, kata Anifah, juga bisa diperbincangkan secara bersama antara pejabat kedua negara di bawah mekanisme JTF yang akan diadakan pada November 2012 mendatang.