Dari gerobak cendol, Rochman yang tak lulus SD kini miliki resto
Siapa yang tidak mengenal Cendol Elizabeth. Bagi kebanyakan orang, tak lengkap rasanya jika ke Bandung tanpa meneguk minuman segar tersebut. Cendol Elizabeth begitu fenomenal. Akan tetapi tak banyak yang tahu suksesnya cendol elizabeth berasal dari buah persahabatan.
Rochman pedagang cendol keliling, sedangkan Elizabeth atau biasa disebut Ibu Eli adalah pemilik toko tas di sekitar Tegalega Bandung.
Ceritanya, Rochman kecil putus sekolah di Pekalongan. Rochman hanya bisa menuntaskan sekolahnya hingga kelas 2 SD. Alasan biaya, Rochman bertolak ke Bandung untuk membantu pamannya jualan cendol.
"Jadi tahun 1972 saya mulai jualan cendol, itung-itung bantu paman agar bisa hidup," kata Rochman yang akrab disapa Pak Haji ini, kepada merdeka.com berkisah.
Dengan Rute Tegalega-ITB, dia menjajakan dagangannya selama tujuh tahun. Pada akhirnya tahun 1979, Rochman diberi kesempatan untuk berdagang sendiri. Rochman pun berjodoh dengan toko tas Elizabeth yang kini masih bertahan. Dalam artian cendolnya diminati disekitar ruko Elizabeth itu.
"Jadi pada saat saya menetapkan jualan sendiri, saya seperti jodoh dengan pemilik toko tas. Saya mangkal di depan toko Elizabeth," katanya.
Karena baiknya Eli, dirinya pun tak sungkan untuk membantu toko milik Eli. Hal itu pun dilakukan Rochman tanpa pamrih. Sambil melayani pembeli, Rochman bantu-bantu toko.
"Kalau sore dagangan saya habis, saya bantu-bantu toko," ungkapnya.
Suatu ketika, Pembeli Tas Elizabeth ada yang meminta beli tas, gratis cendol. Mulanya Rochman keberatan, lantaran dia harus memikirkan uang setor ke pamannya. Namun di sinilah tercipta kerja sama keduanya.
"Jadi setiap pembeli tas bonus cendol, tapi tetap Ibu Eli semua membayarkan uang cendolnya itu untuk saya. Kalau saya ga masalah," jelasnya.
Simbiosis saling menguntungkan ini terjalin lama, hingga akhirnya Eli memberikan kartu nama Rochman dengan sebutan 'Cendol Elizabeth'.
Pada awal 1990an Tas Elisabeth berkembang pesat, pelanggan Rochman pun makin banyak. Hingga akhirnya nama Cendol Elizabeth begitu merebak dan dikenal orang banyak hingga dewasa ini.
Gerobak kecil itu kini menjelma menjadi sebuah restoran. Sedangkan di tengah terjangan maraknya tas impor, Elizabeth kini masih bertahan.
Dari yang semula, hanya sekitar 10 gelas perhari, kini 4.000 gelas ludes dalam seharinya. Sedangkan pesanan yang dibungkus, dalam sehari bisa terjual hingga 400-500 bungkus.
Nama Elizabeth cuma bukan dikenal di Indonesia. Bahkan Malaysia yang menyukai minuman jenis ini, sempat ada yang membuka juga. "Ada yang buka, tapi bukan manajemen kami, ga tahu itu siapa," ungkapnya.
Atas raihan yang didapat, Rochman tak terlalu memikirkan akan hal itu. Baginya cendol yang tegah dirintis dan bisa menghidupi keluarga sederhananya adalah yang utama.
"Alhamdulilah anak saya sudah sarjana, tinggal satu masih SMA, yang penting mereka sukses jangan kaya saya dulu," ungkapnya.
http://www.kaskus.co.id/thread/508b48a5e674b40a4000000d