Bagaimana Rasanya Cinta Bagi Disabilitas?
Benarkah para penyandang disabilitas lebih beruntung dan bahagia dalam urusan cinta? Jawabannya bisa terlihat dalam film ini. Namun, tidak seperti kebanyakan film lokal yang memotret sosok mereka dengan gambaran penuh haru-biru atau dramatisasi berlebihan, What They Don’t Talk About When They Talk About Love (disingkat Don’t Talk Love) menunjukkan tokoh-tokohnya secara manusiawi, tidak berlebihan.
Malah, sutradara Mouly Surya, peraih sutradara dan penulis skenario terbaik FFI 2008 (lewat film Fiksi.) membawa dimensi baru bagi penonton, yaitu melihat bagaimana para penyandang disabilitas menyikapi diri mereka yang sedang masuk masa puber dan akhirnya jatuh cinta. Untuk menggambarkan kisah mereka, Mouly memakai settingsebuah SLB berasrama, tempat para muridnya tinggal. Setidaknya, ada lima karakter penting di situ.
Pertama adalah Diana (Karina Salim), anak dari keluarga kaya yang hanya mampu melihat dari jarak superdekat. Meski usianya sudah 17 tahun, dia tak kunjung mendapat menstruasi, sebuah tanda kedewasaan seorang perempuan secara seksual. Namun, setelah kedatangan murid baru, Andhika (Anggun Priambodo) yang tunanetra total, Diana merasa jatuh cinta. Menstruasi yang ditunggu-tunggu pun datang. Berikutnya ada Fitri (Ayushita Nugraha), tak mampu melihat sejak lahir, datang dari kampung ke kota. Fitri senang dengan hal-hal mistis.
Dia percaya kalau di kolam renang asrama ada arwah seorang dokter. Edo (Nicholas Saputra), anak ibu kantin yang tidak mampu mendengar dan bicara, yang senang mengamati Fitri, lalu berpurapura menjadi si dokter, demi bisa akrab dengan gadis pujaannya itu. Terakhir, ada Maya (Lupita Jennifer), seorang tunanetra yang berhasrat jadi selebriti. Mouly lantas menunjukkan kepada penonton bagaimana para tokoh ini melakukan aksi-aksi pendekatan.
Dia percaya kalau di kolam renang asrama ada arwah seorang dokter. Edo (Nicholas Saputra), anak ibu kantin yang tidak mampu mendengar dan bicara, yang senang mengamati Fitri, lalu berpurapura menjadi si dokter, demi bisa akrab dengan gadis pujaannya itu. Terakhir, ada Maya (Lupita Jennifer), seorang tunanetra yang berhasrat jadi selebriti. Mouly lantas menunjukkan kepada penonton bagaimana para tokoh ini melakukan aksi-aksi pendekatan.
Diana menyisir rambutnya 100 kali sebelum masuk ke kelas. Dia juga memakai parfum yang diduga disukai oleh Andhika. Sementara, Edo memakai strategi menyuruh Fitri menulis surat agar dia bisa mengenalnya lebih jauh. Sementara, Fitri rajin berkunjung ke kolam renang demi bertemu Edo yang menyamar sebagai si dokter.
Romantisme lewat sentuhan- sentuhan yang dilakukan mereka, yang bagi nondisabilitas jadi hal yang biasa, justru jadi elemen penting bagi tokohtokoh ini dalam perjalanan cinta mereka.
Namun, lebih dari sekadar romantisme yang juga tidak dilebih-lebihkan itu, Mouly menggambarkan sudut-sudut emosional para tokohnya yang akhirnya memengaruhi langkah yang mereka ambil saat jatuh cinta.
Namun, lebih dari sekadar romantisme yang juga tidak dilebih-lebihkan itu, Mouly menggambarkan sudut-sudut emosional para tokohnya yang akhirnya memengaruhi langkah yang mereka ambil saat jatuh cinta.
Diana misalnya, begitu terobsesi menjadi dewasa hingga dia menyiapkan berbagai jenis pembalut untuk menyambut masa menstruasinya. Menjadi dewasa dan punya pacar adalah cita-citanya. Saat menceritakan kekompleksan hidup mereka ini pula, Don’t Talk Lovemulai memperlihatkan sisi “film festival” yang “serius” dan “berat”.
Video
Sumber:
koran-sindo
koran-sindo